02 November 2011

Melangka, Waktu dan Perhatian

Membaca tulisan kemarin, yang sedikit nyentil tentang pemeliharaan "asset" itu ternyata bikin resah juga. Ternyata kita punya banyak sekali asset yang telantar. Ada otot yang mengendur, ada keahlian yang memudar, ada teman-teman yang menghilang, ada iman yang menguap, ada ladang membongkor... Dan daftarnya terus memanjang. Mau dipelihara semua? Dan hidup jadi semakin penuh ketakutan, takut kehilangan. Aaargh!

Tidak mungkin kita mengurusi sendiri semua asset yang kita miliki. Sebagian yang bisa di delegasikan ya mungkin sebaiknya jangan diurus sendiri. Trus sebagian lain yang tak mungkin di delegasikan gimana... ?

Hoi... ini ngomong apa toh? Bergaya kok ndak jelas. Nulis cuma biar disangka pinter ya?

Hihi, aku ketahuan... Ya sudah, loncat topik.

Perhatian dan waktu. Dua itu termasuk harta yang jumlahnya terbatas. Sangat amat terbatas.

Misalnya kita follow 500 orang di twitter. Jika separonya saja aktif ngetwit maka tiap kali membuka twitter kita akan diterjang badai informasi. Mulai dari keluhan errornya bank online, debat agama apa yang paling dibenci tuhan, sampai curcol si tukang selingkuh. Semua informasi bersaing memperebutkan perhatian dan waktu kita.

Retweet, reply, mention, de'em... Dan begitu sadar, setengah jam waktu dan entah berapa 'ton' perhatian sudah kita belanjakan di twitter. Eh, menghitung perhatian pakai satuan apa ya?

Itu baru twitter. Bagaimana jika punya akun Facebook juga? Sekarang di FB ada fitur yang memaksa kita untuk "memata-matai" kegiatan semua teman lewat sebuah jendela ajaib yang tampil di sidebar sebelah kanan. Jadi sambil menikmati status-status alay di wall kita sendiri, kita juga bisa mengintipi aktivitas pribadi teman-teman kita. Apakah mereka sedang tanya-jawab, sedang mengincar domba kurban atau pun sedang masturbasi, semua dapat terlihat. Facebook semakin  sakti dalam membuat kita menghabiskan waktu dan perhatian.

Belum lagi masih ngeplus di google+, blogwalking, rss reading, dan lain-lain.

Begitu sadar, tiba-tiba sudah pukul setengah tiga pagi. Untuk apa saja ya hidup seharian tadi, eh, kemarin? Dan biasanya sih sudah terlalu tidak sadar untuk bertanya seperti itu.

Tapi...

Andai segala kesibukan "penting" itu tiba-tiba dihilangkan. Lalu tiba-tiba kita punya beronggok-onggok waktu dan perhatian. Mau dipakai apa?

Untuk menikmati kebersamaan dengan Sang Cinta? Punya gitu? Belum bosan?

Belajar memahami hidup? Main sama binatang/orang piaraan? Jalan-jalan keliling dunia? Cari duit lebih banyak dengan kedok membuka lapangan kerja? Meratap-ratap khusyuk sambil menyebut nama teman imajiner? Memburu prestasi supaya bisa 'PD'? Ngeseks? Lembur cari pahala? Baca-baca tulisan ga jelas macam ini?

Mengubah dunia?

Atau cuma tidur?

Apa?

Dan tulisan ini pun harus berakhir menggantung, karena lanjutannya ada dalam pikiran pembaca.

29 Oktober 2011

Tentang "Use It or Lose It" itu

Use it or lose it. Gunakanlah atau kau akan kehilangan.

Hukum nan klise itu berlaku atas segala yang "hidup".

Jika otot-otot manusia tak pernah dipakai, maka otak akan mulai "melupakan" pemeliharaannya. Nutrisi dan berbagai sumber daya yang tersedia akan dialokasikan ke organ lain yang lebih sering dipakai. Akhirnya otot yang jarang dipakai akan mengendur, menyusut. Pelan tapi pasti akan mengalami penurunan kemampuan.

Buktikan sendiri, beberapa minggu saja lengan seksi anda tidak dipakai, bentuknya akan mulai mengendur, jadi mirip seperti milik ibu-ibu pengajian. Sebulan tak sit up, perut akan mengendur, mungkin ditambah menggendud ke segala arah. Nasib yang sama juga menimpa otot-otot yang berurusan dengan aktivitas seksual, setelah puluhan tahun tak pernah digunakan. Hmm... Memikirkan yang satu itu malah membuat saya teringat plus berimajinasi yang bukan-bukan pada para perawan tua dan perjaka uzur yang hidupnya begitu suci hingga jangankan latihan bersama pacar, berswalayan pun tak berani.

Tak hanya otot yang materil. Iman yang ada di wilayah imajiner juga begitu. Agar senantiasa mampu setia dalam meyakini sesuatu tanpa bukti, kita perlu secara rutin dan repetitif melakukan doktrinasi terhadap diri sendiri. Sekian kali setiap hari, kita ulangi berbagai afirmasi yang dapat memelihara dan menyegarkan iman kita. Alpa menunaikannya akan mengakibatkan iman memudar. Apalagi jika logika kita terus berkembang. Tinggal menghitung waktu sebelum iman pergi dan meninggalkan kita hidup hanya mengandalkan akal. Amit-amit kan?

Skill. Kelihaian kita dalam melakukan sesuatu. Itupun jika lama tak digunakan bakal terlupakan. Seorang sembalap motor jejadian, jika terlalu lama tak menunggang motor, mungkin karena nyaman berkereta atau bermobil, saat kembali bermotor akan merasa kaku. Saat menyalip atau mengatasi ban slip akibat rem mendadak tak mungkin selincah saat masih sering naik motor.

Dan ini dia yang paling relevan: "Otot" untuk ngeblog juga pastinya senasib.

Semangat update, kreativitas, kelihaian menyiasati benwit hingga kemampuan mengubah pikiran menjadi tulisan, semua itu juga mirip otot yang jika lama ditelantarkan bakal mengendur. Makanya itu saya buat tulisan ini, hehe. Supaya tidak terlalu pudar. Semoga saja posting ini juga mampu mengintimidasi saya agar lebih rajin menulis..


Jadi, apanya sampeyan yang sudah lama tak dipakai?

15 September 2011

Pernikahan Yang Katanya Penuh Hikmah Itu

Tempo hari saat terjebak di suatu tempat yang tak penting, saya berhasil membuka Facebook lewat ponsel dan gatal-gatal karena membaca update beberapa teman soal pernikahan.

Membuat gatal karena status tersebut mengingatkan saya pada beberapa gadis yang saat ini sedang resah mencari pasangan hidup. Saya merasakan, para gadis pencari suami yang membacanya akan semakin dirundung gelisah. Weits, tidak, saya tidak sedang sok empatik atau carmuk lho! *penyangkalan*.

Sayangnya, internet Axis di ponsel belum mengijinkan saya berkomentar (malahan tidak mengijinkan saya melanjutkan browsing).

Esoknya di rumah, lewat AHA-nya Bakri yang Lapindo itu, dengan kondisi sudah tercekik overquota plus cuma dapat cdma1x pula, saya coba cari lagi thread tersebut. Dan gagal lagi karena saya bukan termasuk kaum yang sabar menghadapi timeout yang repetitif.

Eh, ini mau gosip soal kawin atau mau mengutuki takdir fakir benwit sih? Hehe, tentu saja bukan keduanya. Saya ini mau melunturkan mantra.


Sekarang, dengan koneksi yang semoga lebih baik, saya kembali ke topik sambil menjadikan masalah ini sebagai update blog yang konon mulai terlantar.

15 Agustus 2011

Amal Berisik Terasa Mengusik?

Amal yang berisik itu contohnya seperti ini:
  • Perusahaan tak jelas yang janji akan menyumbang orang melarat jika di-follow di twitter.
  • Para nenek dan kakek beriman yang berdoa menggunakan speaker yang distel keras-keras.
  • Korporat Multi Nasional yang janji membagikan sekian liter air di tempat terpencil, untuk setiap dagangan mereka yang Anda beli.
  • Dan semua prilaku yang serupa, dimana aksi-aksi "menyentuh" dipublikasikan secara berisik untuk kepentingan apapun.
Anda yang merasa terusik dengan prilaku-prilaku tersebut, sebenarnya apa sih yang membuat Anda terusik?
  • Karena agama dan atau tuhan dijual untuk cari penghasilan?
  • Karena orang melarat dijual untuk branding korporat?
  • Karena hal-hal yang anda anggap sakral diobral murah?
  • Karena tidak kebagian?
Ijinkan saya berbagi kesoktahuan sedikit...

Sesungguhnya  dari banyak cara menyikapi gerakan massa, ada tiga yang paling menarik untuk mengusik kita yang sedang terusik oleh para pelaku amal yang berisik:
  1. Ikut terbawa arus. Kebanyakan orang masuk golongan ini. Ikut beribadah karena tradisi, ikut nyoblos asal-asalan, ikut merokok karena pengaruh iklan/pergaulan, ikut takut dan sok kenal tuhan bermodal katanya orang, ikut selera dan trend mayoritas, dll. Semua dilakukan otomatis tanpa kesadaran.
  2. Menyadari adanya arus. Kebanyakan filosof, atheis dan kritikus berada di kelompok ini. Mereka bisa melihat bagaimana orang-orang tanpa pikiran dan tanpa pertanyaan, membuta berjamaah mengikuti apapun yang diinginkan sang gembala. Jika tidak suka dengan arusnya, seringkali golongan ini memutuskan tidak ikut arus lalu nyinyir dari luar gerombolan. 
  3. Mengambil untung dari terjadinya arus. Golongan oportunis ini begitu melihat jamaah bakal kemana, langsung lari mendahului ke arah yang dituju. Kemudian membuka lapak-lapak dagangan di tempat-tempat strategis di sepanjang rute yang bakal dilalui termasuk di tempat tujuan. Kadang tampak seperti bunglon, berganti kostum sesuai dengan segmen pasar yang disasar.
Weits... Walaupun saya ingin ikut-ikutan menghakimi seperti yang dilakukan banyak orang lain, saya tidak mengatakan bahwa Anda termasuk golongan kedua lho.

Dari tiga kelompok diatas, jika kelompok ketiga adalah yang paling beruntung dan kelompok kedua adalah yang paling murung, maka kelompok pertama adalah komoditas.

Walaupun selalu diperjualbelikan, dibodohi dan dieksploitasi semena-mena, kelompok pertama adalah kelompok yang paling berjasa dan paling mulia. Dengan keluguan dan ketulusannya mereka menjadi pondasi bagi terciptanya kemakmuran bagi  banyak orang di dunia. Jika surga memang ada, pastilah tercipta spesial  untuk mereka.

Nah, apakah sudah tampak apa kaitan paparan suci ini dengan judul?

Sebenarnya tidak penting juga soal judul itu. Saya cuma ingin mengajak Anda membebasliarkan pikiran Anda, biarkan dia berloncatan kesana-kemari seperti monyet. Biarkan dia mencari tahu siapa yang mencipta "arus"? Meme apa (dan kenapa) yang berhasil mewabah dan menggerakkan massa? Siapa pula yang membuat kita mensakralkan hal-hal yang kita anggap sakral? Dan siapa yang membuat kita meyakini jawaban yang kita yakini itu?

Dan sempatkan berbagi dengan kami jika si monyet kembali.

Jangan lupa kerja :)

10 Juli 2011

Ya Allah, Tahlilan Itu Menyebalkan

Ya Allah,

Tahukah Kamu apa yang paling menyebalkan dari tahlilan di sini?

Bukan bagaimana keluarga si mati dibebani secara ekonomi untuk menjamu para tetangga selama 7 hari. Bukan. Tradisi memberi berkat dalam kotak dan menjamu peserta tahlil itu memutar roda ekonomi. Penjual makanan dapat profit dan bisa memberi makan keluarganya. Sayang kan jika uang para pelayat hanya disimpan atau dibelanjakan untuk hal-hal yang belum tentu lebih bermanfaat. Lebih baik segera dihabiskan untuk menjamu para tetangga.

Bukan pula doa-doa keras yg repetitif. Sudah rahasia umum bahwa membuat Mu merespon doa sungguh sangatlah sulit. Maka itu kami merasa wajib mengulang dan mengeraskan doa semampu kami. Hanya soal waktu sebelum tradisi ini berevolusi. Tak lama lagi, tradisi ini akan melibatkan amplifier + speaker berkekuatan besar agar doa kami lebih menggelegar, agar singgasanamu di surga ikut tergetar. Tapi  bukan itu yang menyebalkan.

Ya Allah, yang menyebalkan itu rokok. Langsung setelah tahlilan, sambil ngemil dan ngobrol, hampir semua orang menyalakan merokok. Dari 30-an pemekik doa, paling banyak hanya 5 mahluk yang tidak merokok, dan saya salah satunya.

Ini sudah yang kesekian kali saya ikut tahlilan dan menimati jadi perokok pasif nan religius. Terpaksa.

Ya Allah, Kamu pasti ingat, fenomena ini mirip sekali dengan Adzan teramplifikasi yang membuat orang tak berkepentingan harus ikut kaget atau terbangun. Mirip juga dengan prilaku umat dalam bulan puasa yang membuat orang yang tak berkepentingan jadi ikut susah makan. Juga ketika penganut tafsir minoritas diancam-ancam / dianiaya agar patuh pada penganut tafsir mayoritas.

Tahukah Kamu apa miripnya? Disini, non perokok dipaksa menghisap asapnya perokok. Padahal tujuan saya ikut hanyalah untuk doa bersama. Sebuah usaha gotong royong untuk membujukMu agar memberi nasib yang lebih baik pada si mati.

Bisa saja saya pamit keluar (dari ruangan ataupun dari agamanya sekalian), tapi resikonya akan dicap manja, atau bisa juga dianggap kurang ajar tak tau etika, atau malah halal untuk ditumpahkan darahnya (dibantai).

Minoritas selalu ditindas. Mayoritas merasa selalu benar dan semena-mena.

Tapi tenang saja ya Allah, ini bukan doa kok, hanya curhat saja.

Silakan Kamu pikir sendiri apa yang sebaiknya Kamu lakukan, itupun kalau Kamu bisa. Kamu kan Maha Tahu dan Maha Bijak lagi Maha Kuasa. Aku tak sekonyol itu untuk terus memohon-mohon sementara Kamu cuma pura-pura tak mendengar, pura-pura tak bisa melakukan apa-apa hingga akhirnya kami sendiri yang harus mengarang alasan untuk membenarkan kecuekanMu.

Ya Allah, sekian dulu curhat kali ini.

Semoga Kamu tak hanya Maha Mendengar, tapi juga Maha Membaca.

Amin.



Gambar dari Annida, dicrop semena-mena.
Ditulis tak lama setelah mengisi malam minggu dengan tahlilan.

05 Juli 2011

Jangan Ganggu Teman Imajiner Saya

Misalnya nih...

Misalnya lho... Saya adalah seorang bujang lapuk hopeless yang cuma punya pacar khayalan. Wajah cantikNya yang agak mirip mantan terakhir, saya bingkai dengan mewah. Wajah terbingkai itu selalu saya puja sebelum mandi dan saya peluk sebelum tidur.

Walau beliau hanya ada dalam imajinasi saya sendiri, tapi keberadaannya saya jadikan motivasi untuk berbuat baik. Setiap perbuatan baik, saya jadikan persembahan bagi Dia Yang Terbingkai.

Lalu sekonyong-konyong Anda muncul dengan sok tahu.

21 Juni 2011

Berpanjang-panjang Soal Klub Istri Taat Suami

"Kesetiaan Istri terbukti saat dirinya tetap setia ketika pernikahan dirundung kemiskinan, kesetiaan suami terbukti saat dirinya tetap setia saat pernikahan diberkahi keberlimpahan." ~ Bu Seksi 
Membaca quote itu, saya teringat pada kisah seorang Teteh. Dia berasal dari keluarga berkecukupan, tapi setia menemani sang suami sejak masih miskin, terus mendukungnya dalam memperjuangkan kesejahteraan. Sialnya, setelah kesejahteraan tercapai, sang Suami malah poligami. Dan setelah beberapa saat, akhirnya si Teteh malah diceraikan.

Hu.. hu.... kejiiii...

Eh... kok jadi gosip keji sih?  Loncat ke topik deh...

Saya rasa ide Klub Taat Suami untuk memberi pelatihan seks pada para muslimah itu positif. Kenapa? Karena pengetahuan muslimah soal selangkangan memang sangat kurang. Jangankan cara memperlakukan selangkangan lelaki, lha dengan selangkangannya sendiri saja banyak yang belum kenal!

Banyak muslimah kurang paham seks

Ini bukan sembarang nuduh lho. Saya biar lugu begini juga pernah ngobrol dengan teman-teman muslimah sambil nyerempet-nyerempet selangkangan.


17 Juni 2011

Surat Untuk Master Abu Bakar Bashir

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dear Mbah Abu Bakar Bashir yang berhati lembut.

Apa kabar Mbah? Semoga sehat selalu dan tetap semangat.

Saya ikut prihatin atas vonis yang Mbah terima. Tapi saya yakin, penjara bertahun-tahun tidak akan terasa bagi orang dengan iman dan kesabaran luar biasa seperti Mbah Bashir, hehe. Semoga kita semua bisa lebih sabar dan lebih tabah dari Mbah. Amin.

Mbah Bashir yang baik, gini lho....