02 November 2014

Mental Budak Pembayar Pajak

Yang sedang dibicarakan adalah para pembayar pajak di Samsat Cibinong. Menurut saya mereka kebanyakan bermental budak. Budak yang terbiasa menunduk-nunduk hormat pada para ndoro birokrat, pasrah nungging memuaskan syahwat para pegawai samsat.

Ini hasil pengamatan saya terhadap warga kabupaten Bogor yang berusaha membayar sendiri pajak kendaraan bermotor, beberapa minggu lalu:

1. Waktu masuk loket pendaftaran mau bayar pajak, rakyat akan ditanya "Mana mapnya?", lalu si rakyat jelata akan menurut saja diarahkan membeli ke fotokopian terdekat. Nanti setelah map itu diserahkan dengan hormat kepada si bapak penjaga loket, KTP dan STNK akan dijepret diluar map. DILUAR MAP! Kenapa harus map kalau fungsinya cuma buat njepret KTP dan STNK? Bukankah sehelai kertas pun bisa? Atau akan lebih irit jika pakai lembar plastik berpenjepit apa kek yang tahan dipakai berjuta kali. Tapi budak jelata, tidak tidak akan berani usil berpikir sampai ke situ. Pilih manut.

2. Dari loket pendaftaran, pembayar pajak dilempar ke loket pemeriksaan berkas. Di sini dia akan dibentak oleh petugas kampret: "ITU DIISI DULU!!" sambil menunjuk sehelai kertas putih yang dijepret di map. Jika Anda yang dibegitukan, mungkin akan balik bentak "Hei muka babi, kamu saja yang tulis! Tua bangka pemalas di loket pendaftaran memang kasih ini dalam keadaan kosong, sekarang kau bentak aku suruh tulis tanpa sediakan alat tulis pula!?! Saya ini mau bayar pajak bung, bukan mau ikut kuis remedial".  Tapi wajib pajak di Bogor tidak begitu, mental budaknya justru membuat mereka merasa sangat berdosa karena tidak bawa alat tulis waktu bayar pajak. Lalu dengan panik berusaha meminjam ke pengunjung yang lain, kalau punya duit ya kembali ke warung tadi untuk beli. Lalu dengan menunduk patuh kertas itu diisi sendiri supaya ndoro petugas tinggal tanda tangan layaknya boss besar. lalu merobeknya dan menyerahkan robekan itu untuk pegangan si budak sebagai bukti dia bagian dari pengantre. ROBEKAN.

3. Dari loket pemeriksaan berkas, para budak disuruh menunggu sambil diasapi rokok yang entah asalnya dari mana. Saya lihat para pengunjung tidak ada satupun yang merokok. Mungkin asap itu berasal dari para ndoro terhormat yang klepas-klepus di dalam loket. Para budak tidak ada yang mengeluh, dan memang tidak perlu, karena toh sehari-harinya sudah biasa diasapi oleh budak perusahaan rokok di halte bahkan dalam angkot.

4. Setelah beberapa menit menunggu, lalu dipanggil petugas di loket kasir, setiap kali panggil sekaligus sepuluhan orang sehingga terbentuk kerumunan budak di depan loket yang mengganggu lalu lintas budak-budak berkepentingan lain yang sedang dipingpong antar loket. Nanti setelah membayar sambil menunjukkan robekan kertas, dapat bukti pembayaran beserta kembalian yang selalu dibulatkan ke atas. Kalau kembalian dibawah seribu rupiah tidak akan dikembalikan. Anehnya para budak yang jadi korban korupsi justru membela pelaku dengan "Alah, ndak papa, kan cuma setahun sekali ini, lagian hasilnya tak seberapa kok, korupsi begituan dapatnya tak akan lebih dari 100jt per tahun". Ya namanya juga budak, ditindas malah membela yang menindas.

5. Setelah dipungli, para budak harus menunggu lagi, sambil aroma-terapi tembakau lagi. Bisa sambil melihat budak-budak yang lain dikerjain ndoro-ndoro samsat. Untungnya ada dua TV LCD pengalih perhatian yang menayangkan acara hewan-hewan unik. Cocok banget lah, budak yang sedang diperbudak, duduk manis nonton video hewan.

6. Setelah puas nonton hewan dan proses birokrasi selesai, nanti dipanggil lagi oleh petugas di loket penyerahan. Si petugas akan memanggil dengan gaya serupa, sering suaranya sengaja bertabrakan dengan loket kasir hingga sulit didengar. Tapi para ndoro petugas tak peduli, toh yang dilayani hanya manusia kelas budak yang tak akan mengeluh walau diperlakukan semena-mena. Ndoro petugas yang berkerumun di situ tugasnya ya cuma itu, memanggil dan menyerahkan map.

Jadi setelah proses selesai, budak pembayar pajak akan menerima satu map. Bagian luar map ada KTP dan STNK yang sejak awal dijepret. Di dalam ada selembar bukti tanda bayar pajak. Tidak akan diberi plastik baru, apalagi dirapikan sekalian dalam plastik, hanya ada plastik aslinya yang sekarang sudah semakin rusak kena jepret.

Subhanallah, betapa nrimonya pembayar pajak di Kabupaten Bogor ini. Propertinya dirusak dengan jepretan, diperlakukan tidak hormat, dipungli, tapi tetap senyum sumringah karena karena bisa membayar pajak pada negara. Entah sumringah karena sudah memenuhi kewajiban bayar upeti, atau karena sudah memuaskan syahwat para ndoro petugas Samsat.

Oh iya, diatas itu belum cerita soal bagian pengambilan plat nomor yang dipungut pungli paling sedikit IDR 10.000 lho. Warga Bogor yang antre di situ lebih sinting lagi kadar hormatnya pada ndoro-ndoro petugas di workshop plat nomor. Sudah antrenya dijemur kepanasan, ndak dikasih tempat duduk, masih dipungli minimal 10 ribu untuk motor (mobil entah berapa rupiah).


Entah kenapa negara ini mempekerjakan ndoro-ndoro seperti itu untuk melayani. Bertahun-tahun, gonta-ganti presiden tetap saja dibiarkan begitu.

Untung saja para pembayar pajak di kabupaten Bogor ini memang masih bermental budak, walau dihinadinakan semena-mena begitu tetap pasrah dan nrimo. Kalau di tempat lain mungkin sudah di***** semua itu para ndoro sekalian sama kantornya.

Namanya juga warga kabupaten bogor. Maklum lah.