21 Mei 2014

Musuh

Berbagai ketakutan atau keengganan yang terasa setiap kali ingin mengatakan atau melakukan yang benar itu sebabnya apa kalau bukan dalam rangka jualan? Takut dagangan ndak laku.

Yang dijual? Ya harga diri, untuk memuaskan lawan transaksi, demi dapat keuntungan berupa kenyamanan dan keamanan.





Waktu Pak Bos ngajak korup, tak berani bantah karena dapat mengancam keberlangsungan nafkah, mengganggu kelanjutan karir. Waktu Bu Ustajah berisik merem melek pake toa, juga takut protes, karena bisa dimarahi dan dibenci emak-emak sekampung. Waktu ada orang merokok dalam angkot, juga takut untuk memperingatkan, karena bisa mengancam citra kita sebagai jelata tolol yang saling nrimo dan bertoleransi.

Memang sejak kecil kita didoktrin untuk toleran, ramah, jadi bangsa yang ramah dan pengertian pada siapapun.Untuk selalu takut menyinggung perasaan orang. Saking kelewat ramahnya, di salah satu kampung saya di Balaraja sana, guru relijius yang meyodomi beberapa anak kecil cuma diusir, bukan dihukum. Mungkin takut menyinggung perasaan si tukang sodomi, tanpa memikirkan perasaan korban-korbannya :))




Nah, tadi saya baca entah di mana, Ahok kurang lebih bilang gini: "1000 orang teman masih kurang, 1 musuh sudah kebanyakan.... Itu faham para pedagang. Tapi kalau mau membersihkan sistem yang korup, tiap hari kita bisa menciptakan 1000 musuh."


Wah, bener juga ya. Dalam sistem yang busuk, mengusahakan kebenaran pasti mengancam nafkah orang yang hidupnya dari kebusukan. Lha kita saja sering rela jual harga diri demi kenyamanan dan keamanan, apalagi orang-orang yang kebahagiaan hidupnya bergantung pada lestarinya kebusukan? Jadi kalau situ orang bener ya ga usah manja atau sok njawani. Dapet musuh itu niscaya, nikmati aja.

8 komentar:

  1. guh hati - hati ah jangan postingan yang kayak gini segera taubat (sekedar mengingatkan) :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. bagian mana yang membuat Anda tergerak mengingatkan tobat?

      Hapus
  2. baik dan jujur saja tidak cukup. harus berani. terimakasih guh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. dan mungkin setelah nanti berani, ada lagi yg masih perlu dilengkapi :))

      Kembali kasih, Ginger.

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kenapa dihapus guh? Belon sempat baca nih ;)
      Semoga bukan karena ente mencoba toleran yee :D
      Maju terus bro dengan tulisan2 sampeyan yg mencerahkan. Ga usah peduli sama para haters di negeri sok suci tapi termasuk yg terkorup di atas bumi ini.
      Kalo sy blm bisa seberani Anda :(
      Tapi at least sy sdh bisa menunjukkan sikap sebagai "man of free thinking"/ "ga ada entitas apapun di jagat ini yg bisa ngatur2 sy" thd orang2 di lingkungan saya. Dan anehnya, hidup sy jadi terasa lebih ringan.
      Salam damai universal guh :)

      Hapus
    2. Hu, situ aman anonim :))

      Salam damai juga pak/bu!

      Hapus
    3. Hu, situ aman anonim :))

      Salam damai juga pak/bu!

      Hapus